PALU, Celebespos.com – Anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Provinsi Sulawesi Tengah, Fraksi NasDem, Yahdi Basma siang tadi menerima kunjungan Sahabat Komunitas Manggrove Sulteng, yang berlangsung di ruang kerjanya, di Kantor DPRD Sulteng, Selasa (12/11/2021) waktu setempat.
Dalam dialog yang berlangsung selama satu lebih itu, membahas beberapa persoalan mengenai kawasan wisata hutan manggrove yang berada di Kelurahan Kabonga Kecil dan Kabonga Besar, wilayah Donggala.
“Ada salah satu hutan manggrove yang luasnya kurang lebih 10 hektare di kawasan Kelurahan Kabonga Besar, yang dimana sekitar 5 hektare atau sebagian dari itu, menjadi polemik yang di klaim oleh salah seorang saudagar kaya di wilayah Donggala sana, kemudian ia menggugat dan dia menangkan di Pengadilan Negeri hingga Pengadilan Tinggi dan sekarang menunggu putusan lagi di tingkat kasasi Mahkamah Agung,“ ucap Yahdi Basma di hadapan, Ketua KTH (Kelompok Tani Hutan) Yurianto dan rekannya Hendra yang juga selaku Pembimbing Sahabat Manggrove serta disaksikan beberapa awak media.
Nasib mereka ini sekarang masih bergantung di Mahkamah Agung, kata Yahdi sapaannya, apabila nasib mereka kalah di Mahkamah Agung dan di menangkan oleh saudagar kaya tersebut, otomatis lahan ini segera di eksekusi dan barang tersebut akan menjadi milik pribadi.
Sebelumnya Ketua KTH Goneganti, Yurianto dan rekannya Hendra, menceritakan beberapa pokok permasalahan yang terjadi di lapangan terkait persoalan hutan manggrove tersebut.
“ KTH Goneganti Jaya yang berdiri pada tahun 2015 lalu, melakukan rehabilitasi hutan manggrove yang sebelumnya di rusak oleh masyarakat setempat. Dan sekitar dua tahun kami melakukan penanaman, selanjutnya teman-teman mempunyai ide membuat wisata manggrove itu,“ kata Yurianto bersama rekannya Hendra.
Lanjut, Dirinya bersama masyarakat pun berpikir bahwa selama ini hanya merehabilitasi tetapi tanpa memikirkan minat wisatawan datang berkunjung itu tidak ada, sehingga mereka mengambil inisiatif pengembangan kawasan hutan manggrove tersebut, “Di balik keuntungan manggrove ini juga tentunya, dapat menahan tsunami dan keuntungan-keuntungan yang lainnya juga,“ sebutnya
Sehingga lanjut Yurianto, pada tahun 2017 bersama masyarakat setempat, bergotong-royong memulai membangun dan pada saat itu terjadilah konflik dengan salah satu saudagar kaya, “Namanya H. Anwar Mutaher yang sekarang beliau itu sudah wafat,“ cetusnya.
Dirinya mengungkapkan, pada saat itu beliau alias Almarhum H. Anwar, tiba dan berkonflik di daerah Kabonga Besar, dengan mengklaim bahwa wilayah tersebut adalah wilayah miliknya dengan pembuktian akte jual beli yang dimilikinya.
Tetapi akta jual beli tersebut, sambung Yurianto, ganda menurutnya, karena didalam akta jual beli itu tertera 1,5 atau 1 hektare lebih.
Di proses dan di mediasi kembali di kelurahan tetapi hasilnya tidak berjalan mulus, karena si penggugat itu ngotot karena dia mengklaim bahwa lahan tersebut itu miliknya sehingga keputusan di kelurahan itu tidak ada dan rekomendasi selanjutnya ke kantor camat dan kantor camat juga keputusannya tidak ada. “Karena memang dia memaksakan bahwa itu miliknya, dan dia mengeluarkan keputusan bahwa tidak boleh ada kegiatan apapun disitu. Boleh ada kegiatan, asalkan libatkan anaknya,“ kesalnya
Sesuai peraturan dari Kementerian Kehutanan dimana menyebutkan bahwa anggota KTH adalah masyarakat yang berdomisili di tempat tersebut, “Si penggugat ini tinggal di daerah lain. Persoalan mediasi ini pun berjalan buntu kembali, kemudian di tangani oleh Polres Donggala melalui kasat reskrim sebagai pihak yang memediasi mengeluarkan keputusan bahwa, harus ada bentuk keputusan mengenai pengukuran yang sampai sekarang belum ada hasilnya, dan berlanjut hingga ke Mahkamah Agung sembari menunggu putusan finalnya yang belum keluar sampai saat ini.
“Anehnya, kenapa Pengadilan Negeri Donggala memenangkan putusan tersebut, sedangkan notabenenya ini barang jelas-jelas laut, bukan tanah,“ ungkap Yurianto.
Terkait permasalahan yang di jelaskan Yurianto bersama rekannya Hendra, Anggota DPRD Provinsi Sulteng, Yahdi Basma merespon dan berharap, problem ini tidak sekedar menjadi masalah sejumlah anak mudah aktivis di Kabonga Besar Donggala, sesungguhnya ini menjadi problem publik, kata Yahdi, menjadi pekerjaan bersama dan bukan hanya menjadi problem masyarakat setempat.
“Dan itu awal pembangunan tempat wisatanya dari a sampai z memang biaya gotong royong oleh masyarakat setempat. Kami akan membantu serta mencarikan solusi terbaik. Kita akan kawal bersama-sama“. tegas Yahdi Basma dihadapan awak media. (Kar)