SIGI, Celebespos.com – Seorang ibu atas nama Maryam, meminta keadilan dan kepastian hukum atas kasus sengketa tanah di Dusun I, Desa Wangka, Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Belum lama ini, kepada wartawan, Maryam menceritakan, sekira bulan Mei tahun 2020, ia bersama saudaranya telah dilaporkan ke Polsek Kulawi telah melakukan penyerobotan.
“Namun pada tanggal 15 Juni 2020, saya mengambil langkah melaporkan pelapor ke Polres Sigi dan telah diperiksa serta ada 14 saksi dihadirkan untuk dilakukan
pemeriksaan. Dalam laporan, saya mengadukan Natandi sebagai pemilik sertifikat No : 00076 Desa Wangka, yang mana saya menganggap sertifikat yang diterbitkan palsu dan adanya rekayasa hukum didalamnya. Bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai dasar-dasar sertifikat tanah adalah didasari beberapa pokok, yakni surat asal-usul tanah dan surat penyerahan,” paparnya.
Selain itu, lanjut Maryam, ia pun telah melaporkan Camat Kulawi Selatan, Drs. Rudolf Djiloy, M.Si yang menerbitkan surat penyerahan Nomor : 592/01.09/setcam tanggal 23 Februari 2019.
“Atas dasar itu, saya melaporkan Camat Kulawi Selatan, karena didasari adanya surat penyerahan yang pertama dimiliki oleh saya, yaitu surat penyerahan Nomor : 593/01.018/VI/2016 yang diterbitkan oleh Camat Kulawi Selatan atas nama Ajudan Bati dan asal-usul tanah di Desa Wangka telah diregister dengan Nomor : 18/140/DS-WNGK/Kul-Sel/VI/2016,” paparnya.
Untuk itu, Maryam mempertanyakan, apakah seorang pegawai BPN sangat mudah memperoleh sertifikat hak atas tanah, padahal sebelumnya telah terbit surat penyerahan dengan Nomor : 593/01.018/VI/2016 atas nama orang lain yang ditanda tangani Camat Ajudan Bati, yaitu Drs. Rudolf Djiloy yang juga menerbitkan surat penyerahan yang kedua dengan Nomor : 592/01/09/setcam tanggal 23 Februari 2019 ?
“Yang menjadi pertanyaan, apakah sebidang tanah dapat terbit dua surat penyerahan ? Apabila memang terjadi, maka akan terjadi tumpang tindih kepemilikan atas tanah dan ada kemungkinan akan terjadi tindak pidana atas tanah tersebut,” cetusnya
Menurut Kuasa Hukum Maryam, berdasarkan pasal 424 KUHP Bab XXVIII, mengenai kejahatan jabatan, yaitu seorang pejabat dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menyalah gunakankan kekuasaannya, menggunakan tanah negara di atas mana ada hak-hak pakai di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. Dari pasal tersebut telah jelas bahwa perbuatan seorang pejabat telah menyalahgunakan kekuasaanya yang seharusnya tidak menerbitkan surat penyerahan yang ke dua, menjadi dasar terbitnya sertifikat. Seharusnya diadakan terlebih dahulu pembatalan atas surat penyerahan yang pertama. (Rian/Kar)
SUMBER : HARIAN POSPALU