SIGI – Puluhan masyarakat dari dua desa yakni Desa Pombewe dan Desa Loru Senin (15/06), melakukan aksi damai terkait air sungai paneki yang rencananya akan di aliri ke Hunian sementara (Huntap) yang ada di Desa Pombewe Kecamatan Sigi Biromaru.
Aksi warga yang menamakan dir Forum Pemerhati Sungai Paneki (FPSP) tersebut, menolak rencana itu dan meminta pada pihak terkait untuk melakukan pemberhentian pekerjaan yang saat ini sedang dilakukan. “Kami warga Desa Pombewe dan Desa Loru tidak setuju, air sungai paneki dimakbil untuk di aliri ke Huntap”ungkap Syahdan salah satu orator di aksi tersebut.
Air sungai paneki kata dia, merupakan roh masyarakat warga Desa Pombewe dan Desa Loru untuk keperluan pertanian dan juga air bersih, dan itupun saat ini kata Syahdan, belum mencukupi seluruh kebutuhan para petani dalam mengairi sawahnya, belum lagi Desa Mpanau dan Lolu yang juga memanfaatkan sumber air dari paneki tersebut.
“sekarang ini saja para petani khususnya di Desa Pombewe dan Desa Loru harus bergiliran untuk menggunakan air pertanian, dan kadang masyarakat saling selisih untuk menggunakan air”tandasnya.
Apa jadinya tegas Syahdan, bila air sungai paneki harus di bagi dan diperuntukan ke Huntap. Saat ini saja lanjutnya, debit air sungai paneki sungai mengecil, dan sekali lagi masyarakat menolak pembagian air ke Huntap.
Aksi yang di kawal oleh aparat dari Polres Sigi itu berjalan dengan lancar, dan mungkin ini merupakan aksi pertama di wilayah Kabupaten Sigi di masa pandemi covid -19. Sementara salah satu korlap Herman warga Desa Loru mengatakan, pekerjaan pipa dan penampungan air yang dilakukan saat ini menuju ke Huntap, dilakukan sepihak tanpa persetujuan masyarakat desa desa yang menggunakan air paneki, tentu hal tersebut secara langsung sudah melanggar dan hukum adat desa juga akan berlaku.
“hidup kita ini saling menghargai dan tentunya walupun itu tujuannya baik, harus dibicarakan ke masyarakat dan bukan melakukan sepihak, walupun itu kepala desa menyetujui”ujarnya.
Aksi FPSP tersebut, juga di dukung lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kedua desa, dan mendesak Pemerintah desa (Pemdes) mengkaji kembali kesepakatan yang telah di tanda tangani oleh para Kades bersama dinas terkait. Para aksi juga melakukan longmars dengan kendaraan mengitari dua desa yang masih bertetangga, dan mengakhiri aksinya di tempat penggalian yang akan digunakan untuk penampungan air ke Huntap.(Hady)