PALU – Celebespos.com Tak kurang dari 1500 masa, hari ini mendatangi Kantor Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XVI Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Ribuan masa yang melakukan aksi damai ini, merupakan himpunan warga masyarakat serta para pemimpin dari beberapa desa yang berada di wilayah Kabupaten Sigi yang tergabung dalam Forum Desa Kabupaten Sigi Kawal Tanah Objek Reforma Agraria (FDKSK-TORA) menuntut agar sesegera mungkin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat merealisasikan usulan tanah objek reforma agraria di Kabupaten Sigi.
Aksi damai dan unjuk rasa yang dilakukan itu, diawali dengan menyampaikan orasi dan penyampaian tuntutan di depan Kantor BPKH Wilayah Palu sekitar sekitar pukul 16.00 WITA dengan tetap mendapatkan pengawalan ketat dari aparat kepolisian pada Selasa, (11/8/2020) sore.
“Tidak ada maksud rakyat Sigi untuk menggelar aksi pada hari ini, karena masih menaruh kepercayaan kepada Pemerintah Republik Indonesia akan menerima dan merealisasikan usulan Tanah Objek Reforma Agaria (TORA) yang diserahkan sejak 2 tahun yang lalu. Usulan TORA itu sendiri diserahkan secara resmi oleh Pemerintah Kabupaten Sigi, kepada pihak kementerian yang membidangi isu ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia. Dalam rentang waktu sejak diserahkan usulan itu, akan tetapi usulan TORA dari Pemerintah dan Rakyat Kabupaten Sigi, tidak ada jalan keluar alias tidak menemui titik terang,” Kata Korlap Aksi Noval Apek Saputra dalam orasinya.
Sebelumnya ada beberapa tuntutan masa yang tergabung dalam FDKSK-TORA pada unjuk rasa kali ini diantaranya yang pertama, terkait Reforma Agraria di Kabupaten Sigi dimulai pada akhir tahun 2016, yang dilegalkan dengan SK Bupati No. 105 Tahun 2016 tentang Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Sigi. Sejak saat itu Reforma Agraria menjadi isu strategis dan program khusus yang dituangkan di dalam Dokumen RPJMD 2016-2021.
Yang kedua, terkait GTRA menyusun Peta Jalan Pelaksanaan Reforma Agraria di Kabupaten Sigi, yang ditindaklanjuti dengan berbagai seminar, diskusi fokus, sosialisasi, dan pelatihan-pelatihan bagi para penggerak Reforma Agraria Sigi hingga di tingkat Desa dengan Pembentukan TIM KERJA AGRARIA DESA.
Yang ketiga, terkait Tim RA Desa kemudian melaksanakan pemetaan bersama masyarakat di desa masing-masing dengan pengawalan intensif dari para pendamping kecamatan yang terdiri dari aktivis mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil baik di Sigi maupun Palu. Pemetaan dilakukan terhadap tanah objek klaim masyarakat terutama tanah-kebun yang telah diolah rata-rata 20-an tahun, areal mukim, fasilitas umum dan fasilitas sosial, baik yang berada dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Pendeknya seluruh proses mulai dari persiapan hingga pengusulannya TORA Kabupaten Sigi dilaksanakan secara Partisipatif.
Yang keempat, Berdasarkan Keputusan Menteri LHK No. 180 Tahun 2017, Pemda Sigi menindaklanjutinya sesuai dengan batas waktu tersebut, Pemda Sigi telah mengusulkan Objek RA kepada Menteri LHK dan Menteri ATR/BPN seluas 137.274 Ha, lalu disempurnakan kemudian menjadi 163.544,17 Ha.
Yang kelima, Pada tanggal 20 Desember 2018, Menteri LHK menerbitkan SK No. 8716/2018, usulan TORA Kabupaten Sigi telah diakomodir, serta ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi dengan membentuk Tim PPTKH (Penyelesaian Pengusaan Tanah dalam Kawasan Hutan) yang akan melaksanakan Inventarisasi dan Verifikasi di semua kabupaten/kota, termasuk Kabupaten Sigi.
Yang keenam, Bupati Sigi dan Tim GTRA kemudian melakukan upaya persiapan konsolidasi RA (termasuk data sosial maupun spasial) pada tanggal 9 September 2019 dengan melibatkan 412 orang (pemerintah desa dan perwakilan masyarakat) yang berasal dari 103 desa. Antara tanggal 10 s.d. 25 September 2019, Tim GTRA Sigi melakukan kunjungan lapangan untuk memfasilitasi musyawarah desa terkait penyiapan dan pemutakhiran data (spasial maupun sosial) serta penyiapan rencana kunjungan Tim Inver – PPTKH Provinsi. Selanjutnya ada bulan Oktober 2019, GTRA Sigi mendampingi TIM PPTKH Provinsi untuk proses konsultasi level kecamatan pada empat lokasi dan kunjungan ke beberapa lokasi tanah objek RA Dan yang terakhir, Bupati Sigi mengirimkan surat pada tanggal 10 Januari 2020 kepada Gubernur Sulawesi Tengah perihal Permohonan Persetujuan Usulan TORA & Hutan Adat. Gubernur Sulawesi Tengah hingga saat ini belum merespon Surat Bupati Sigi tersebut, walaupun sudah ditanyakan kembali melalui Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah.
“Sampai saat ini, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Sigi dan Rakyat Sigi secara organisatoris telah dilakukan. Namun, hasilnya tidak juga tampak, bahkan perkembangan terakhir sungguh membuat miris, terkesan mengabaikan upaya Rakyat Sigi dan Pemda Sigi yang sudah dilakukan kurun waktu 4 tahun lamanya,” tegas Noval Ketua Korlap dalam Orasinya.
Hasil dari Tim Invert Provinsi sampai hari ini tidak pernah sampai kepada Pemda Sigi. Setelah proses Invert selesai Pemerintah Kabupten Sigi dan GTRA tidak dilibatkan untuk konsultasi atau sekadar mengetahui gambaran hasil kerja lapangan. Partisipasi Pemerintah Daerah, GTRA yang terhimpun Oganisasi masyarakat sipil di dalamnya, TIM RA Desa, serta Rakyat yang berpartisipasi dalam proses Invert tidak dihargai oleh TIM INVERT. Ini sungguh Tindakan yang tidak menghargai eksistensi Pemerintah dan Rakyat Sigi yang berdaulat di atas Wilayah mereka sebagai Daerah Otonom dan memiliki Hak Asal-Usul yang jelas.
“Semestinya Pemkab Sigi yang wilayahnya menjadi objek memperoleh penjelasan secara utuh dan resmi hasil kerja Tim Inver PPTKH dan Tim Verifikasi Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL)-KLHK terhadap semua usulan Pemerintah Kabupaten Sigi,” Terang Noval Apek Saputra.
Ditempat yang sama, Sekretaris Gugus Tugas Reforma Agraria Kab.Sigi Eva Bande mengatakan terkait tuntutan yang mereka suarakan dalam unjuk rasa kali ini adalah merupakan program nawacita Presiden Republik Indonesia saat ini yaitu Bapak Ir. H. Joko Widodo perihal Reforma Agraria
“Secara umum masyarakat menginginkan agar perubahan kawasan konservasi Hutan di wilayah Sigi dikabulkan oleh pemerintah agar kiranya dibangunkan lahan pertanian oleh masyarakat sebagai bahan pemasukan mereka, pasalnya dengan adanya situasi pandemi sekarang ini telah memberikan pembuktian bahwa yang bisa bertahan hidup hanyalah petani,” ucap Eva Bande.
“Kami telah melewati proses yang panjang dan itu sudah berjalan sampai 4 tahun, masyarakat belum juga mengetahui hasil yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait invert yang telah dilakukan di Kabupaten Sigi,” tambahnya.
“Kami juga sangat menyayangkan lambannya pihak pemerintah terkhusus BPKH, yang tidak transparan terhadap hasil dari invert pada kawasan tersebut,” tegas Eva didampingi Korlap Noval dalam Orasi.
Terkait tuntutan masa aksi pada unjuk rasa tersebut, Pihak BPKH Wilayah XVI Palu bersepakat dalam sebuah berita acara melakukan sosialisasi kepada tiap-tiap desa yang mengusulkan PPTKH untuk mewujudkan Tanah Objek Reforma Agraria di wilayah kabupaten Sigi.
Pada unjuk rasa kali ini juga diikuti beberapa organisasi pendukung yang berpartisipasi terhadap perjuangan rakyat sigi yakni Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Yayasan Merah Putih (YMP), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) SULTENG, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), (Perhimpunan untuk Kedaulatan Rakyat (PITUDAYA), Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulteng, Serikat Tani Nasional (STN), Serikat Tani Masyarakat Balumpewa Bersatu (ST-Mavatu), Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Sirenja (IPMAS), dan Rumah Perjuangan Reforma Agraria-Sulteng.(Kar)